Agama Islam - Apa saja Surat pendek yang disunnahkan dalam setiap Sholat 5 waktu? Apa saja Surat-surat yang Dibaca dalam Sholat Fardhu? Bagi beberapa orang, terlebih yang biasa menjadi Imam dalam sholat, biasanya mengetahui Bacaan surat pendek Sholat fardhu yang disunnahkan dalam setiap waktu sholat, mulai dari sholat Shubuh, Sholat Dhuhur, Sholat Ashar, Sholat Maghrib, dan juga Sholat Isya.
Surat pendek sholat 5 waktu yang disunnahkan tentunya ktia harus merujuk pada kebiasaan yang dilakukan Nabi dan Rasullah Muhammad Sallawahualaihi Wasallam. Untuk lebih jelasnya kita akan bahas apa saja surat-surat yang disunnahkan dalam setiap sholat fardhu :
Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi menjelaskan, “Disyariatkan bagi imam, demikian juga munfarid (orang yang shalat sendirian), dalam kebanyakan yang ia lakukan dalam shalat shubuh membaca surat yang thiwal mufashal, dalam shalat maghrib membaca yang qisar mufashal, dan shalat yang lainnya membaca yang wasath mufashal” (Sifat Shalat Nabi, 103).
Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah,
“Tidak pernah aku melihat orang yang shalatnya lebih mirip dengan shalat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam selain Fulan (ketika itu di Madinah). Sulaiman berkata, ‘maka aku pun shalat di belakangnya, ia memperpanjang dua rakaat pertama dalam shalat zhuhur dan memperpendek sisanya. Ia juga memperpendek bacaan shalat ashar, dan pada shalat maghrib membaca surat-surat qishar mufashal, dan pada shalat Isya membaca yang wasath mufashal, dan pada shalat subuh membaca thiwal mufashal‘” (HR. Ibnu Hibban 1837, dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat Nabi).
Para ulama berbeda pendapat mengenai istilah qisar mufashal, wasath mufashal, dan thiwal mufashal. Namun di antara pendapat yang bagus adalah yang diungkapkan oleh Ibnu Ma’in, yang dirajihkan oleh As Suyuthi dalam Al Itqan Fi Ulumil Qur’an (1/222):
“thiwal mufashal adalah (Qaf) hingga ‘Amma (yatasaa’aluun), wasath mufashal adalah dari ‘Amma hingga Ad-Dhuha, dan dari Ad-Dhuha hingga akhir adalah qisar mufashal”.
Ada beberapa surat yang biasa dibaca oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat-shalatnya, sehingga dianjurkan juga untuk mencontoh beliau dalam hal ini.
Shalat Maghrib
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membaca surat At-Thur, Al-A’raf, dan Al-Mursalat ketika shalat maghrib. Dari Jubair bin Math’am, ia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membaca surat At-Thuur pada shalat maghrib” (HR. Muslim 463).
Dari Marwan bin Hakam, ia berkata,
أنَّ زيدَ بنَ ثابتٍ قالَ : ما لي أراكَ تقرأُ في المغربِ بقصارِ السُّورِ ؟ قد رأيتُ رسولَ اللهِ يقرأُ فيها بأطول الطُّوليينِ ! قلتُ : يا أبا عبدِ اللهِ ، ما أطولُ الطُّوليينِ؟ قالَ : الأعراف
“Zaid bin Tsabit bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau membaca surat yang pendek-pendek ketika shalat maghrib? Aku pernah melihat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam membaca surat yang paling panjang’. Marwan berkata, ‘wahai Abu Abdillah, apa yang engkau maksud surat yang paling panjang?’. Ia menjawab, Al A’raf” (HR. An Nasa-i 989, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa-i).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata,
“Bahwa Ummul Fadhl mendengarnya membaca surat wal mursalaati ‘urfaa. Kemudian Ummul Fadhl berkata, ‘wahai anakku, demi Allah engkau telah mengingatkan aku dengan bacaan surat ini bahwa ini adalah surat yang dibaca ketika shalat maghrib terakhir yang dilakukan rasulullah shallallahu’alaihi wasallam‘” (HR. Al Bukhari 763, Muslim 462).
Shalat Shubuh
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah membaca surat Qaaf dan At-Takwir dalam shalat shubuh. Dari Quthbah bin Malik, ia berkata,
“Ia pernah shalat shubuh bersama bersama nabi shallallahu’alaihi wasallam. Beliau pada rakaat pertama membaca ayat baasiqaatin lahaa thal’un nadhiid (surat Qaaf ayat 10)” (HR. Muslim 457).
‘Amr bin Harits berkata,
“aku mendengar nabi shallallahu’alaihi wasallam pada shalat shubuh membaca idzas syamsu kuwwirat (surat At Takwir)” (HR. An Nasa-i dalam Ash Shughra 941, dengan sanad hasan).
Shalat Isya
Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi menyatakan, “Dimakruhkan memperpanjang bacaan surat pada shalat Isya’ sebagaimana larangan nabi shallallahu’alaihi wasallam terhadap Muadz” (Sifat Shalat Nabi, 104). Karena yang dianjurkan ketika shalat Isya adalah surat-surat wasath mufashal sebagaimana telah dijelaskan.
“Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu pernah shalat bersama nabi shallallahu’alaihi wasallam. Kemudian ia kembali kepada kaumnya dan shalat bersama mereka menjadi imam. Kemudian ia membaca surat Al-Baqarah. Kemudian seorang lelaki mangkir dari shalat dan ia shalat sendiri dengan shalat yang ringan. Hal ini terdengar oleh Mu’adz, sehingga ia pun berkata, ‘ia munafik‘. Perkataan Muadz ini pun terdengar oleh si lelaki tersebut. Maka ketika datang nabi shallallahu’alaihi wasallam ia bertanya, ‘wahai rasulullah, siang hari saya bekerja dengan tangan saya dan mengairi ladang dengan unta-unta saya. Kemarin Muadz shalat mengimami kami dan membaca Al Baqarah, sehingga saya mangkir dari shalat. Dan ia mengatakan saya munafik‘. Lalu nabi shallallahu’alaihi wasallam pun bersabda, ‘wahai Muadz, apakah engkau ingin menjadi pembuat fitnah?’ Sebanyak 3x. Bacalah was syamsi wad dhuhaaha (Asy Syams) dan sabbihisma rabbikal a’laa (Al A’laa) atau semisalnya’” (HR. Al Bukhari 6106, Muslim 465).
Surat Asy-Syams dan Al-A’laa termasuk wasath mufashal.
Shalat Zhuhur dan Ashar
Dari Abu Sa’id Al Khudri,
“Kami mengira-ngira panjang shalat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika shalat zhuhur dan ashar. Kami mengira-ngira dua rakaat pertama beliau pada shalat zhuhur yaitu sekadar bacaan surat Alif laam miim tanzil (As Sajdah). Dan kami mengira-ngira dua rakaat terakhir beliau sekitar setengah dari itu. Dan kami mengira-ngira dua rakaat pertama beliau pada shalat ashar itu seperti dua rakaat akhir beliau pada shalat zhuhur. Dan dua rakaat terakhir beliau pada shalat ashar itu sekitar setengahnya dari itu. Dalam riwayat Abu Bakar tidak disebutkan Alif laam miim tanzil, namun ia berkata: “sekitar 30 ayat” (HR. Muslim 452).
Anjuran Menyesuaikan Kondisi Makmum
Dianjurkan bagi imam untuk menyesuaikan diri dengan kondisi makmum, jika terdapat orang yang lemah, orang sakit, atau anak-anak, dianjurkan untuk memperingan shalat.
“Jika salah seorang dari kalian menjadi imam bagi suatu kaum, maka permudahlah shalatnya. Karena di antara mereka ada anak kecil, orang tua, orang lemah dan orang sakit. Jika kalian shalat sendirian maka silakan shalat sebagaimana kalian mau” (HR. Al Bukhari 90, Muslim 467).
Imam At-Tirmidzi setelah membawakan hadits ini dalam Sunan-nya beliau mengatakan, “ini adalah pendapat mayoritas ulama, mereka berpendapat hendaknya imam tidak memperpanjang shalat karena khawatir menimbulkan kesulitan bagi orang yang lemah, orang tua, dan orang yang sakit”.
Memisah Bacaan Surat Dalam Dua Rakaat
Contoh memisah bacaan misalnya seseorang membaca surat An-Naba ayat 1–30 pada rakaat pertama, lalu pada rakaat kedua ia lanjutkan ayat 31–40. Ini berarti ia memisahkan bacaan surat An-Naba’ menjadi dua rakaat.
Yang sesuai sunnah adalah membaca satu surat atau satu bacaan untuk satu rakaat, tidak memisahkan satu surat atau satu bacaan menjadi dua rakaat. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“setiap surat itu kadarnya seperti panjang rukuk dan sujud” (HR. Al-Baihaqi 3/10, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al Jami’, 5165).
Namun demikian, memang benar ada sebagian salaf yang pernah membagi bacaan surat dalam dua rakaat. Namun ini hanya pada kesempatan yang sedikit saja dan bukan dijadikan hal yang utama ataupun rutinitas.
Demikian mengenai Bacaan Surat Pendek di Sholat Fadhu Sesuai Sifat Shalat Nabi. Semoga bermanfaat bagi anda.
Rujukan utama:
Surat pendek sholat 5 waktu yang disunnahkan tentunya ktia harus merujuk pada kebiasaan yang dilakukan Nabi dan Rasullah Muhammad Sallawahualaihi Wasallam. Untuk lebih jelasnya kita akan bahas apa saja surat-surat yang disunnahkan dalam setiap sholat fardhu :
Bacaan surat pendek yang disunnahkan di Sholat Fadhu
Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi menjelaskan, “Disyariatkan bagi imam, demikian juga munfarid (orang yang shalat sendirian), dalam kebanyakan yang ia lakukan dalam shalat shubuh membaca surat yang thiwal mufashal, dalam shalat maghrib membaca yang qisar mufashal, dan shalat yang lainnya membaca yang wasath mufashal” (Sifat Shalat Nabi, 103).
Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah,
ما رأَيْتُ أحَدًا أشبَهَ صلاةً برسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم مِن فلانٍ – كان بالمدينةِ – قال سُلَيمانُ : فصلَّيْتُ أنا وراءَه فكان يُطيلُ في الأُولَيَيْنِ مِن الظُّهرِ ويُخفِّفُ الأُخْريَيْنِ ويُخفِّفُ العصرَ ويقرَأُ في الأُولَيَيْنِ مِن المغرِبِ بقِصارِ المُفصَّلِ وفي العِشاءِ بوسَطِ المُفصَّلِ وفي الصُّبحِ بطِوالِ المُفصَّلِ
“Tidak pernah aku melihat orang yang shalatnya lebih mirip dengan shalat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam selain Fulan (ketika itu di Madinah). Sulaiman berkata, ‘maka aku pun shalat di belakangnya, ia memperpanjang dua rakaat pertama dalam shalat zhuhur dan memperpendek sisanya. Ia juga memperpendek bacaan shalat ashar, dan pada shalat maghrib membaca surat-surat qishar mufashal, dan pada shalat Isya membaca yang wasath mufashal, dan pada shalat subuh membaca thiwal mufashal‘” (HR. Ibnu Hibban 1837, dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat Nabi).
Para ulama berbeda pendapat mengenai istilah qisar mufashal, wasath mufashal, dan thiwal mufashal. Namun di antara pendapat yang bagus adalah yang diungkapkan oleh Ibnu Ma’in, yang dirajihkan oleh As Suyuthi dalam Al Itqan Fi Ulumil Qur’an (1/222):
فَطِوَالُهُ إِلَى عَمَّ وَأَوْسَاطُهُ مِنْهَا إِلَى الضُّحَى وَمِنْهَا إِلَى آخِرِ الْقُرْآنِ قِصَارُهُ
“thiwal mufashal adalah (Qaf) hingga ‘Amma (yatasaa’aluun), wasath mufashal adalah dari ‘Amma hingga Ad-Dhuha, dan dari Ad-Dhuha hingga akhir adalah qisar mufashal”.
Ada beberapa surat yang biasa dibaca oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat-shalatnya, sehingga dianjurkan juga untuk mencontoh beliau dalam hal ini.
Surat-Surat Pendek Yang Jadi Kebiasaan Nabi
Shalat Maghrib
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membaca surat At-Thur, Al-A’raf, dan Al-Mursalat ketika shalat maghrib. Dari Jubair bin Math’am, ia berkata,
سمعتُ رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يقرأُ بالطورِ في المغربِ
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membaca surat At-Thuur pada shalat maghrib” (HR. Muslim 463).
Dari Marwan bin Hakam, ia berkata,
أنَّ زيدَ بنَ ثابتٍ قالَ : ما لي أراكَ تقرأُ في المغربِ بقصارِ السُّورِ ؟ قد رأيتُ رسولَ اللهِ يقرأُ فيها بأطول الطُّوليينِ ! قلتُ : يا أبا عبدِ اللهِ ، ما أطولُ الطُّوليينِ؟ قالَ : الأعراف
“Zaid bin Tsabit bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau membaca surat yang pendek-pendek ketika shalat maghrib? Aku pernah melihat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam membaca surat yang paling panjang’. Marwan berkata, ‘wahai Abu Abdillah, apa yang engkau maksud surat yang paling panjang?’. Ia menjawab, Al A’raf” (HR. An Nasa-i 989, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa-i).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata,
إن أم الفضل سمعته ، وهو يقرأ : { والمرسلات عرفا } . فقالت : يابني ، والله لقد ذكرتني بقراءتك هذه السورة ، أنها لآخر ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأ بها في المغرب
“Bahwa Ummul Fadhl mendengarnya membaca surat wal mursalaati ‘urfaa. Kemudian Ummul Fadhl berkata, ‘wahai anakku, demi Allah engkau telah mengingatkan aku dengan bacaan surat ini bahwa ini adalah surat yang dibaca ketika shalat maghrib terakhir yang dilakukan rasulullah shallallahu’alaihi wasallam‘” (HR. Al Bukhari 763, Muslim 462).
Shalat Shubuh
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah membaca surat Qaaf dan At-Takwir dalam shalat shubuh. Dari Quthbah bin Malik, ia berkata,
أنه صلى مع النبيِّ صلى الله عليه وسلم الصبحَ . فقرأ في أولِ ركعةٍ: والنخلُ باسقاتٍ لها طلعٌ نضيدٌ. وربما قال: ق
“Ia pernah shalat shubuh bersama bersama nabi shallallahu’alaihi wasallam. Beliau pada rakaat pertama membaca ayat baasiqaatin lahaa thal’un nadhiid (surat Qaaf ayat 10)” (HR. Muslim 457).
‘Amr bin Harits berkata,
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
“aku mendengar nabi shallallahu’alaihi wasallam pada shalat shubuh membaca idzas syamsu kuwwirat (surat At Takwir)” (HR. An Nasa-i dalam Ash Shughra 941, dengan sanad hasan).
Shalat Isya
Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi menyatakan, “Dimakruhkan memperpanjang bacaan surat pada shalat Isya’ sebagaimana larangan nabi shallallahu’alaihi wasallam terhadap Muadz” (Sifat Shalat Nabi, 104). Karena yang dianjurkan ketika shalat Isya adalah surat-surat wasath mufashal sebagaimana telah dijelaskan.
أنَّ مُعاذَ بنَ جبلٍ رضي الله عنه كان يُصلِّي معَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، ثم يأتي قَومَه فيُصلِّي بهمُ الصلاةَ، فقَرأ بهمُ البقرةَ، قال : فتجوَّز رجلٌ فصلَّى صلاةً خفيفةً، فبلَغ ذلك مُعاذًا فقال : إنه منافقٌ، فبلَغ ذلك الرجلَُ، فأَتَى النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم فقال : يا رسولَ اللهِ، إنا قومٌ نعمَل بأيدينا، ونَسقي بنَواضِحنا، وإن مُعاذًا صلَّى بنا البارِحةَ، فقرَأ البقرةَ، فتجوَّزتُ، فزعَم أني منافقٌ، فقال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ( يا مُعاذُ، أفتَّانٌ أنت – ثلاثًا – اقرَأْ : { وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا} . و{ سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى } . ونحوَها )
“Mu’adz bin Jabal radhiallahu’anhu pernah shalat bersama nabi shallallahu’alaihi wasallam. Kemudian ia kembali kepada kaumnya dan shalat bersama mereka menjadi imam. Kemudian ia membaca surat Al-Baqarah. Kemudian seorang lelaki mangkir dari shalat dan ia shalat sendiri dengan shalat yang ringan. Hal ini terdengar oleh Mu’adz, sehingga ia pun berkata, ‘ia munafik‘. Perkataan Muadz ini pun terdengar oleh si lelaki tersebut. Maka ketika datang nabi shallallahu’alaihi wasallam ia bertanya, ‘wahai rasulullah, siang hari saya bekerja dengan tangan saya dan mengairi ladang dengan unta-unta saya. Kemarin Muadz shalat mengimami kami dan membaca Al Baqarah, sehingga saya mangkir dari shalat. Dan ia mengatakan saya munafik‘. Lalu nabi shallallahu’alaihi wasallam pun bersabda, ‘wahai Muadz, apakah engkau ingin menjadi pembuat fitnah?’ Sebanyak 3x. Bacalah was syamsi wad dhuhaaha (Asy Syams) dan sabbihisma rabbikal a’laa (Al A’laa) atau semisalnya’” (HR. Al Bukhari 6106, Muslim 465).
Surat Asy-Syams dan Al-A’laa termasuk wasath mufashal.
Shalat Zhuhur dan Ashar
Dari Abu Sa’id Al Khudri,
كنا نحزرُ قيامَ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ في الظهرِ والعصرِ . فحزرنا قيامَه في الركعتين الأوليين من الظهر قدرَ قراءةِ الم تنزيل – السجدة . وحزرنا قيامَه في الأخريين قدرَ النصفِ من ذلك وحزرنا قيامه في الركعتين الأوليين من العصرِ على قدرِ قيامِه في الأخريين من الظهرِ وفي الأخريين من العصرِ على النصفِ من ذلك . ولم يذكر أبو بكرٍ في روايته : الم تنزيل . وقال : قدر ثلاثين آيةً
“Kami mengira-ngira panjang shalat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ketika shalat zhuhur dan ashar. Kami mengira-ngira dua rakaat pertama beliau pada shalat zhuhur yaitu sekadar bacaan surat Alif laam miim tanzil (As Sajdah). Dan kami mengira-ngira dua rakaat terakhir beliau sekitar setengah dari itu. Dan kami mengira-ngira dua rakaat pertama beliau pada shalat ashar itu seperti dua rakaat akhir beliau pada shalat zhuhur. Dan dua rakaat terakhir beliau pada shalat ashar itu sekitar setengahnya dari itu. Dalam riwayat Abu Bakar tidak disebutkan Alif laam miim tanzil, namun ia berkata: “sekitar 30 ayat” (HR. Muslim 452).
Anjuran Menyesuaikan Kondisi Makmum
Dianjurkan bagi imam untuk menyesuaikan diri dengan kondisi makmum, jika terdapat orang yang lemah, orang sakit, atau anak-anak, dianjurkan untuk memperingan shalat.
إذا أمَّ أحدُكم الناسَ فليخفِّفْ . فإن فيهم الصغيرَ والكبيرَ والضعيفَ والمريضَ . فإذا صلَّى وحده فليصلِّ كيف شاء
“Jika salah seorang dari kalian menjadi imam bagi suatu kaum, maka permudahlah shalatnya. Karena di antara mereka ada anak kecil, orang tua, orang lemah dan orang sakit. Jika kalian shalat sendirian maka silakan shalat sebagaimana kalian mau” (HR. Al Bukhari 90, Muslim 467).
Imam At-Tirmidzi setelah membawakan hadits ini dalam Sunan-nya beliau mengatakan, “ini adalah pendapat mayoritas ulama, mereka berpendapat hendaknya imam tidak memperpanjang shalat karena khawatir menimbulkan kesulitan bagi orang yang lemah, orang tua, dan orang yang sakit”.
Memisah Bacaan Surat Dalam Dua Rakaat
Contoh memisah bacaan misalnya seseorang membaca surat An-Naba ayat 1–30 pada rakaat pertama, lalu pada rakaat kedua ia lanjutkan ayat 31–40. Ini berarti ia memisahkan bacaan surat An-Naba’ menjadi dua rakaat.
Yang sesuai sunnah adalah membaca satu surat atau satu bacaan untuk satu rakaat, tidak memisahkan satu surat atau satu bacaan menjadi dua rakaat. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
لِكُلِّ سورةٌ حظُّها منَ الركوعِ والسجودِ
“setiap surat itu kadarnya seperti panjang rukuk dan sujud” (HR. Al-Baihaqi 3/10, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al Jami’, 5165).
Namun demikian, memang benar ada sebagian salaf yang pernah membagi bacaan surat dalam dua rakaat. Namun ini hanya pada kesempatan yang sedikit saja dan bukan dijadikan hal yang utama ataupun rutinitas.
Demikian mengenai Bacaan Surat Pendek di Sholat Fadhu Sesuai Sifat Shalat Nabi. Semoga bermanfaat bagi anda.
Rujukan utama:
- Sifatu Shalatin Nabi, Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi
0 comments:
Post a Comment